Sejak Coronavirus melanda pada tahun 2020, kami telah menyaksikan hilangnya pembelajaran tatap muka di antara siswa sekolah dasar kami. Masalah ini merupakan salah satu akibat dari proses pembelajaran online yang memberikan keterbatasan momen mengajar antara siswa dan guru.
Dalam pendidikan kewarganegaraan, perhatian terutama difokuskan pada bagaimana menjaga api nasionalisme tetap hidup di antara siswa Sekolah Dasar. Selain interaksi terbatas antara guru dan siswa, pembelajaran online menghadirkan masalah lain untuk pendidikan kewarganegaraan. Sebagian besar nilai yang dipromosikan dalam pendidikan kewarganegaraan didukung dan diperkuat oleh rutinitas/program di luar kelas seperti majelis, upacara bendera, rutinitas pagi, dll. Saat-saat mengajar tersebut relatif tidak ada selama pembelajaran online.
Di sisi lain, kenyataan bahwa kita hidup pada masa yang disebut Soekarno sebagai ‘vivere pericoloso’ (hidup berbahaya) menghadirkan momen pengajaran berharga yang tidak boleh dilewatkan oleh guru pendidikan kewarganegaraan. Belum pernah sebelumnya, setidaknya sejak Perang Kemerdekaan Indonesia, kami merasakan kebutuhan mendesak untuk menempatkan kepentingan nasional di atas aspirasi individu untuk bekerja sama memerangi virus pandemi.
Jika dikelola secara efektif, momen-momen mengajar yang disebutkan di atas dapat membuat pelajaran kewarganegaraan lebih bermakna. Yang perlu dilakukan guru pendidikan kewarganegaraan adalah mengaitkan nilai-nilai kewarganegaraan seperti nasionalisme dengan isu-isu pandemi seperti protokol kesehatan, vaksin, penguncian, dll. Tentu tidak semudah kedengarannya. Guru perlu mengerjakan ulang silabus dan rencana pelajaran mereka untuk memasukkan isu-isu pandemi ke dalam pelajaran mereka.
WhatsApp us